______________________________________________________________________________________________________

Senin, 27 Oktober 2008

1st

Kisah di sabtu sore

Perempuan itu datang menemuiku pada sore hari saat aku sedang mengambil foto di stasiun dan bertanya,"bapak wartawan?"
"yoi." kataku sambil garuk-garuk kepala.
"ikut saya, anda akan dapat satu berita.." katanya.
Aku tertegun, kuamati perempuan itu dari kepala ke sampai ujung kaki. Rambutnya panjang merah terbakar matahari dikucir dengan karet gelang, tubuhnya kurus, kaos hitam kumal, celana panjang jeans lusuh, wajahnya sedikit pucat, kedua matanya redup, kakinya yang banyak bekas koreng memakai sandal jepit beda warna. Sepertinya ia masih muda, tapi wajahnya tampak orang tua, terlalu banyak menderita mungkin.

"cepat ikuti aku!", perintahnya sambil berjalan.
Aku ragu-ragu, antara percaya dan tidak.
"ayo pak, anda mau berita atau tidak?!" katanya meyakinkan.
Perempuan itu berjalan cepat, akupun menyusulnya dengan sedikit ragu-ragu. Cepat benar dia melangkah hingga nafasku tersengal-sengal. Kami berjalan melewati gang-gang kota yang sempit dan di sekeliling tampak rumah-rumah kumuh berjejer. Orang-orang yang berpapasan dengan kami serentak minggir dan menatap heran padaku. Aku sempat berpikir untuk berbalik arah, namun naluri kewartawananku berkata lain.

Di depan sebuah rumah yang terbuat dari tripklek-triplek bekas disambung dengan kardus-kardus lusuh perempuan itu berhenti.
"ini rumahku pak,silakan masuk, maaf keadaannya seperti ini." ujarnya. Akupun masuk, lalu akupun berdiri dalam sebuah gelap dan berbau menyengat, seperti bau sampah yang berbulan-bulan tak dibersihkan. Mataku perlu adaptasi dari ruang yang terang di luar dan gelap di dalam, dan sekejab kemudian tampaklah satu demi satu apa yang terdapat di ruang itu.

Di ruangan itu tak ada perabotan, lantainya hanyalah tanah berdebu, di pojok ruangan nampak duduk seorang nenek. begitu tuanya nenek itu, rambutnya putih, wajahnya kerut merut, kurus kering hingga nampak tonjolan tulang-tulangnya menembus pakaian kebaya kusam.

"itu ibu angkatku" katanya, " ia baru kubunuh tadi siang...", suaranya datar seperti menggigau.
Aku kaget, tercekat. gila ini perempuan !!!
"aku bosan merawatnya, ia sudah buta, tuli, dan lumpuh. apa yang bisa diberikannya untukku?"
"dulu ia memang merawatku, dan kurasa aku sudah impas merawatnya, aku ingin pergi dari sini, dan aku tak mau perempuan tua itu membuatku bertahan disini", kalimat-kalimat itu meluncur begitu saja dari bibirnya, datar tanpa tekanan.
"lagian, sebentar lagi rumah ini akan dirobohkan, untuk keindahan kota katanya..., dan aku belum tahu akan kemana..."
"aku tak ingin pergi dengan membawa orangtua yang hanya membebaniku ', lanjutnya mengeluh.

Semua yang dikatakan perempuan itu seperti angin bagiku, perhatianku tertuju pada sosok nenektua yang sekarang kelihatan jelas bekas cekikan di lehernya. Terpikir olehku, apa yang harus kulakukan, lari ataukah menyelesaikan perempuan itu bercerita. . .

Agaknya perempuan itu tahu apa yang kupikirkan, ia pun berkata,"bukan cuma ini berita yang dapat kau tulis, masih ada yang lain lagi"
Berita? aku termenung, ini memang berita tapi aku ngeri berada lebih lama disini.
" itu pak, yang di sudut itu" sahutnya sambil menunjuk satu arah.
Di pojok ruang nampak sebuah meja yang dialasi kasur bekas, di atasnya terlihat tidur pulas seorang balita umur 3 tahunan yang juga kurus tinggal tulang.
"itu anakku", katanya bimbang
"mana suamimu", tanyaku
"aku tak butuh suami, aku hanya butuh lelaki!", bentaknya sedikit marah.
"ia sangat lucu, ia yang bisa membuat aku bertahan lama di sini"
Pandangan matanya yang berair terarah pada anak itu.
"sayang sekali, ia juga harus kubunuh..", ucapnya datar.
"aku hanya ingin pergi dari sini tanpa satupun beban"
Aku tercekat lagi, seakan kehilangan akal. pikiranku cepat-cepat berubah-ubah, antara keinginan menahan perempuan itu, menyingkir dari tempat itu, ataukah menjadi saksi semua terjadi . ..
"tolong pak, muat kisahku di koran biar semua tahu. . " sahutnya sambil mengeluarkan sebuah pisau dari balik kaosnya...
"jangan lakukan, anda akan dipenjara" bentakku sambil berlari ke anak itu.
"aku tlah lama terpenjara, disini lebih parah daripada di penjara kurasa." sahutnya sambil mendekat mengacungkan pisau.
"jangan lakukan, ini anakmu sendiri!" aku berteriak sekerasnya.
Kubopong anak itu, akan kuselamatkan dia apapun yang terjadi. Aku sadar, Perempuan itu benar-benar mengalami gangguan jiwa.
"jangan menghalangi aku" bentaknya.
Aku berlari, berusaha menerobosnya. .
Tiba-tiba. . . .
kurasakan sesuatu menusuk punggungku, aku terjatuh, lalu semuanya menjadi gelap. . .gelap. . .benar-benar gelap.

( inspirasi "KURSI ANTIK")

1 komentar:

Anonim mengatakan...

cerpennya keren bos..